Simple and Low-Cost Mechanical Ventilator untuk Membantu Pandemi COVID-19
Ditengah berbagai berita negatif mengenai pandemi COVID-19 yang tengah berlangsung, ada kabar positif yang datang dari Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang mengembangkan Simple and Low-Cost Mechanical Ventilator untuk membantu ketersediaan ventilator di Indonesia. Alumnus DAAD, Dr. rer.nat Aulia Nasution, dipercaya menjadi Ketua Tim Pengembangan Ventilator yang diberi nama Emergency Ventilator ITS (E-VITS). Dalam kesempatan ini, Dr. rer.nat Aulia Nasution membagikan ceritanya kepada kami, berikut cerita yang beliau bagikan kepada Tim DAAD.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wabah penyakit virus corona (coronavirus disease 2019, disingkat COVID-19) adalah penyakit menular yang bermula menyebar dari kota Wuhan di Propinsi Hubei, China sejak akhir Desember 2019. Karena virus ini menyerang paru-paru dan mengakibatkan sesak napas (penumonia), maka penyakit pada mulanya mendapat sebutan sebagai Pneumonia Wuhan.
Wabah COVID-19 telah menyebar ke 209 negara, termasuk di dalamnya Indonesia, dan WHO telah pula mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi Berdasar statistik yang dirilis oleh Gugus Tugas Percepata Penangan COVID-19, jumlah kasus yang terkonfirmasi secara nasional per tanggal 26 April 2020 sendiri telah mencapai 9,175 kasus ( 79.17 % dalam perawatan, 12.46 % sembuh, dan 18.37 % pasien meninggal). Tren kenaikan kasus terkonfirmasi menunjukkan kecenderungan pergerakan eksponensial (sumber: https://www. covid19.go.id/).
Karena virus ini menyerang sistem pernapasan dari penderitanya, maka resiko tercetusnya kondisi sesak napas hingga terjadinya kegagalan napas adalah keadaan yang akan dialami oleh pasien yang terinfeksi COVID-19. Kegagalan napas (Acute Respiratory Distress Syndrome/ARDS) adalah kondisi dimana kantung udara paru-paru dipenuhi cairan lendir akibat reaksi infeksi, sehingga paru-paru tidak dapat menyediakan pasokan oksigen melalui proses difusi oksigen yang terjadi. Akibatnya kadar kandungan oksigen dalam jaringan tubuh (nilai tissue’s saturated oxygenation-StO2 akan mengalami penurunan). Kondisi penurunan kadar StO2 ini jika tidak ditangani dengan baik akan dapat berujung pada kematian pasien. Dalam kondisi inilah maka intervensi eksternal mutlak diperlukan, dan Ventilator merupakan instrumen klinis yang diperlukan untuk melakukan tugas ini.
Untuk mengatasi kelangkaan ketersediaan ventilator yang dimiliki oleh rumah sakit di Indonesia, serta prediksi akan melonjaknya penduduk negeri yang terkonfirmasi infeksi COVID-19, maka ITS telah mengembangkan Simple and Low-Cost Mechanical Ventilator untuk membantu tenaga medis dalam menangani perawatan pasien terinfeksi COVID-19. Upaya pengembangan ini merupakan bentuk kontribusi nyata ITS kepada masyarakat luas, yang saat ini sedang bahu membahu menghadapi penyebaran wabah virus yang memiliki laju penularan yang sangat cepat serta sangat berbahaya ini.
Prototype Emergency Ventilator ITS (E-VITS) ini dikembangkan oleh tim dari Departemen Teknik Fisika FTIRS ITS, yang saya ketuai sendiri serta dibantu oleh satu dosen muda dan 8 mahasiswa tingkat akhir dari Departemen TF-ITS. Protoype pertama telah berhasil diuji coba dan secara proof-of-concept dapat memenuhi beberapa kriteria kinerja ventilator emergency yang disyaratkan oleh kementerian Kesehatan RI. Pada tanggal 11 April 2020, prototype pertama ini telah di launching oleh Rektor ITS dan diberi nama E-VITS, yang merupakan singkatan dari Emergency Vintilator ITS. Pengembangan lanjutan dari prototype pertama ini dikhususkan untuk meningkatkan ketahanan operasional serta peningkatan kapabilitas sistem sensor, aspek pengamanan untuk penggunaan pasien. Kelangkaan sensor oksigen untuk mendeteksi rasio pencampuran oksigen: udara pada kadar 50% – 100% telah dapat kami selesaikan dengan pendekatan teknologi soft sensor. Saat ini pengembangan terakhir masih dalam tahap validasi akurasinya.
Teknologi yang digunakan untuk pengembangan E-VITS.
Ventilator secara definisi adalah mesin yang digunakan untuk membantu memompakan udara bertekanan positip kedalam dan keluar paru-paru pasien, pada kasus dimana pasien tidak dapat (atau mengalami gangguan) pada sistem pernapasan tubuhnya.
Sistem yang dikembangkan oleh tim ITS ini adalah berbasis pada penggunaan Ambu Bag (Bag Valve Mask – BVM), yang secara generik dikenal dengan istilah manual resuscitator. Untuk desain komponen mekanis yang digunakan, kami mengacu pada desain open source yang telah dirilis oleh Tim dari MIT. Komponen ambu-bag dan sistem mekanis ini ini kemudian dilengkapi dengan sistem penggerak berbasis motor DC yang dapat diatur parameter operasionalnya untuk menyesuaikan dengan parameter fisiologis pernapasan pasien: i.e. Peak Inspiratory Pressure (PIP) , Positive end-expiratory pressure (PEEP), Respiratory Rate (dalam Breath Rate per minute – BPM), serta Tidal Volume.
Serangkaian sistem sensor (berbasis pengukuran tekanan dan flow) dan sistem kontroller juga ditambahkan untuk dapat mengatur kerja pemompaan motor DC, pengaturan parameter PIP, PEEP, Respiratory Rate, Tidal Volume, monitoring kadar oksigen saturasi pasien, serta pengaturan FiO2 (kadar oksigen dari udara yang dipompakan oleh ventilator ke dalam paru-paru, melalui pengaturan laju aliran udara terfilter dan suplai oksigen dari tabung gas atau sistem penyedia gas medis di ruang perawatan).
Sistem yang dikembangkan ini didesain dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang telah disusun dalam standar ISO 80601-2-12:2011 (Medical electrical equipment — Part 2-12: Particular requirements for basic safety and essential performance of critical care ventilators). Sistem yang dikembangkan ini telah dicoba untuk beroperasi secara nonstop beberapa kali (hingga 2×24 jam nonstop) dan telah menunjukkan kinerja luaran secara stabil.
Dalam desain ventilator ini kami berusaha mempertimbangkan ketersediaan komponen yang dapat diperoleh di pasaran lokal, terutama dalam pemilihan jenis-jenis motor, sensor, dan komponen pembangun sistem kontrol yang mudah diperoleh di pasaran lokal serta terjangkau harganya. Disamping itu kami juga memperhitungan kemudahan desain sistem agar saat realisasi proses fabrikasi nantinya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
What’s next for E-VITS?
Dalam realisasi prototype desain ventilator ini tentunya dilakukan tidak tanpa kendala. Beberapa kendala dihadapi, khususnya ketersediaan beberapa komponen penyusun yang diperlukan. Terhadap kendala-kendala ini kami berusaha mencarikan solusi yang terbaik sehingga desain sistem secara lengkap dapat kami selesaikan. Kami pun bersyukur bahwa semua uji spesifikasi telah dilakukan secara internal dengan baik dan memuaskan, dan prototype ventilator E-VITS akan kami serahkan ke BPFK untuk proses pengujian seanjutnya. BPFK merupakan lembaga di bawah KEMENKES RI, yang secara resmi memiliki otoritas untuk menguji dan mengawasi penggunaan instrumen medis di Indonesia.
Tim kami berharap bahwa prototype E-VITS yang telah dikembangkan nantinya dapat diproduksi dan dimanfaatkan untuk menolong pasien terinfeksi COVID-19 yang membutuhkan. Kami berusaha untuk terus melakukan penyempurnaan yang dapat diintegrasikan kedalam protoype yang telah ada. Momen wabah COVID-19 ini telah dan diharapkan lebih memacu semangat anak bangsa dalam menggapai kemandirian akan pemenuhan kebutuhan teknologi nasionalnya. Semoga upaya yang telah dikerjakan dapat membawa manfaat sebesar besarnya bagi masyarakat Indonesia yang sedang berjuang menghadapi serangan wabah COVID-19. Disertai harapan semoga pula badai wabah COVID-19 ini dapat segera berlalu.